Jakarta (ANTARA) - Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) Manado di bawah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkenalkan teknologi pengolahan buah salak menjadi produk pangan dodol, sehingga lebih tahan lama dan bernilai tambah.

“Dodol salak sangat tepat diperkenalkan ke masyarakat karena bahan bakunya mudah didapatkan, serta cara pembuatannya yang sederhana,” Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dodol salak, lanjutnya, menggunakan gula aren dan santan yang juga melimpah di wilayah Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara (Sulut).

Dalam upaya memperkenalkan hasil inovasi teknologi tersebut, BSPJI Manado bekerja sama dengan UD Mandiri sebagai mitra penerapan teknologi pengolahan dodol salak.

Upaya pendampingan yang dilakukan BSPJI Manado meliputi pemilihan bahan baku, penggunaan teknologi pembuatan dodol salak, dan pengemasan produk yang sudah jadi.

“Awalnya buah salak yang diproses menjadi dodol hanya berasal dari kebun milik UD Mandiri. Setelah produknya mulai dikenal dan permintaan naik, UD Mandiri mulai mengambil buah salak hasil kebun di sekitar Desa Pangu,” tutur Kepala BSPJI Manado Henry Pajow.

Produk dodol yang sudah jadi, kemudian dikemas dalam kemasan plastik dan juga kemasan tradisional daun woka atau daun lontar.

Baca juga: Kemenperin tingkatkan industri kerajinan melalui sistem mutu

Pemilik UD Mandiri Artje Sengkey mengatakan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat baik pasar lokal maupun luar Sulut, pihaknya memproduksi sekitar 400 pak dodol/bulan.

"Dalam setiap bulannya kami biasanya tiga kali berproduksi, yang hasilnya berkisar 400 pak dodol. Jumlah tersebut cukup memenuhi kebutuhan pasar saat ini," sebut Artje.

Saat ini dodol salak produksi dari UD Mandiri telah dikenal sebagai oleh-oleh khas dari Sulut dengan harga Rp10.000/130 gram. Hal ini tentunya jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan harga buah salak segar.

Dengan asumsi 400 pak terjual per bulan, maka omzet mencapai Rp4 juta. Untuk menghasilkan dodol sebanyak itu membutuhkan daging buah salak sebanyak 50 kg.

Jika dijual segar, 50 kg buah salak hanya akan dihargai Rp400 ribu. Angka tersebut menunjukkan betapa meningkatnya nilai ekonomis buah salak setelah diolah menjadi dodol.

Produk dodol salak UD Mandiri dapat ditemui di toko oleh-oleh di Minahasa Tenggara dan Manado serta di beberapa toko daring.

"Kami hanya pengusaha kecil di daerah. Oleh karena itu kami bangga jika hasil produk kami bisa dibeli oleh banyak orang, termasuk para wisatawan dari luar negeri. Bahkan dodol produksi kami juga sudah pernah dipasarkan sampai ke luar daerah Sulut dan cukup laris," kata Artje.

Baca juga: Salak Indonesia kembali masuk pasar Kamboja usai terhambat COVID-19

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022